Timnas U-19: Terbang Tinggi, Dikomersialisasi dan Menghujam Jatuh ke Bumi?
Apa yang ditakutkan penggemar sepakbola Indonesia akhirnya tersaji pada Senin (11/8) malam. Ialah Brunei Darussalam, yang menjungkalkan Timnas U-19 “Garuda Jaya” dengan skor mencolok 3-1. Penampilan apik saat menghadapi timnas U-21 Malaysia membuat Timnas U-19 ini mungkin terlalu terbang tinggi dan lupa membumi, hingga alfa menganggap bahwa lawan yang mereka hadapi adalah tim yang biasa-biasa saja.
Sebenarnya tim yang diturunkan Brunei tadi malam adalah tim yang mengikuti kompetisi rutin Liga Singapura dengan nama DPMM Brunei FC. Prestasi klub ini di Singapura pun tak boleh dipandang sebelah mata, mereka mampu menjuarai S-Leaque tahun 2013 silam.
Kekalahan bagi timnas U-19 Ini merupakan sebuah pelajaran Badan Tim Nasional (BTN), setelah menjadi juara Piala AFF U-19 yang digelar pada 2013, skuat asuhan Indra Sjafri begitu dielu-elukan. Wajah mereka begitu sering nampang di televisi. Terlebih, saat mereka berhasil lolos ke Piala Asia U-19 yang akan digelar di Myanmar pada Oktober mendatang. Harapan baru pun tumbuh dalam hati masyarakat Indonesia. Permainan cepat dari kaki ke kaki, menunjukkan bahwa inilah tim Indonesia yang diimpikan sejak lama. Timnas U-19 adalah skuat impian.
Setelah momen itu, terasa sekali bagaimana timnas U-19 di-komersialisasi oleh PSSI. Mereka kini adalah artis lapangan hijau. Maka, jangan salahkan jika PSSI ingin memanfaatkan momentum tersebut dengan mencari tambahan pemasukan.
Ini yang membuat PSSI menggelar tur nusantara dalam rangka mengakomodasi kehebatan timnas U-19 tersebut. Tidak tanggung-tanggung, PSSI menggelar tur nusantara hingga dua jilid, tujuan dari PSSI mungkin bagus, karena PSSI ingin agar skuat U-19 terus terasah dengan menghadapi lawan yang secara usia lebih tua. Tapi, karena jadwal yang ketat, serta kualitas lawan yang jauh berada di bawah, maka tur nusantara ini tak lebih dari pertunjukkan sirkus belaka.
Bagaimana bisa, tim yang diproyeksikan menjadi masa depan sepakbola Indonesia, hanya bermain imbang menghadapi tim Pra-PON Jawa Barat? Padahal, skuat Pra-PON Jawa Barat baru bergabung seminggu sebelumnya. Lini belakang timnas pun kerap kerepotan dengan pemain yang masih berusia 16 tahun, Gian Zola.
Dalam tur nusantara, terlihat adanya perubahan komposisi pemain yang dilakukan pelatih Indra Sjafri. Lini tengah yang biasanya dihuni trio Evan Dimas, Hargianto, dan Zulfiandi, kini tak selalu demikian. Paulo Sitanggang lebih sering mengisi pos tersebut. Padahal, trio tersebut sudah terbukti kekompakannya dalam ajang Piala AFF dan kualifikasi Piala AFC.
Selain itu, dengan banyaknya pertandingan yang disiarkan televisi, ini akan memudahkan lawan untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan timnas. Berbeda dengan Indra Sjafri yang sebelum pertandingan bisa saja berkata, “Kami buta kekuatan lawan”
BTN mestinya belajar pada timnas Malaysia U-21 dan DPMM Brunei FC yang mengikuti kompetisi S-League, mengingat mereka mendapatkan atmosfer kompetisi yang sesungguhnya.
Kekuatan Indonesia sebenarnya ada pada semangat yang digelorakan pada pemain. Lihat ketika mereka mengalahkan Korea Selatan 3-2. Bagaimana para pemain tampil begitu bersemangat dan tidak malas-malasan.
Mungkinkah tur nusantara malah membuat Evan Dimas dan kolega jenuh? Mengapa saat tur nusantara, bukan lawan saja yang datang ke pusat latihan timnas di Yogyakarta?
Memang, PSSI akan mendapatkan keuntungan besar dari tur nusantara tersebut, tapi mengorbankan timnas U-19 bukanlah jawaban. Kini di HBT, kekhawatiran itu akhirnya terungkap. Kekalahan atas Brunei Darussalam seolah menjadi titik balik permainan dan semangat skuat Indra Sjafri. Ada kalanya rendah hati lebih baik ketimbang dipanding tinggi hati, toh optimisme yang berlebihan beda tipisnya dengan keangkuhan. Jangan sampai ekspetasi yang berlebihan malah jadi boomerang bagi timnas U-19, Yang jelas, semoga di Piala AFC Oktober nanti, timnas bisa memerlihatkan permainan terbaik
sumber pandit
No comments:
Post a Comment