Ini adalah salah satu kenangan pahit yang dirasakan keluarga besar Liverpool.
GOALAwan duka memayungi Liverpool pada 15 April 1989. Bagaimana tidak, ada tragedi yang begitu         menyisakan duka mendalam di keluarga besar Liverpool.Suatu tragedi besar terjadi di Sheffield, tepatnya di Hillsborough Stadium, yang melibatkan kerja pihak kepolisian setempat.

Tragedi yang menyisakan luka dan duka mendalam itu kini dikenal dengan tragedi Hillsborough. 96 orang meninggalkan dunia dan 766 orang lainnya mengalami luka-luka, yang menjadikan tragedi ini sebagai insiden terburuk dalam sejarah olahraga di Inggris dan di dunia.

Tapi, selain fans berat Liverpool, tak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah dari insiden ini, pengaruhnya dalam dunia sepakbola dan berbagai kontroversi yang ada di dalamnya.



Semua bermula ketika FA menunjuk Hillsborough Stadium sebagai venue laga semi-final Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest. Laga sendiri dijadwalkan berlangsung pada pukul 15.00 pada 15 April 1989 di markas Sheffield Wedndnesday tersebut. Seperti biasanya, pada saat itu, fans diminta hadir ke stadion 15 menit sebelum pertandingan.

Pada masa-masa itu, kondisi stadion di Inggris tidak seperti sekarang ini. Antara tribun penonton dan lapangan, dipisahkan pagar besi tinggi untuk meminimalkan aksi penonton masuk ke lapangan.

Untuk laga ini sendiri, pengamanan kabarnya juga sudah ditingkatkan levelnya, mengingat fans dari kedua tim memiliki rivalitas tinggi. Selain itu, sebelumnya juga ada tragedi di Leppings Lane di mana pada semi-final Piala FA antara Tottenham Hotspur dan Wolverhampton Wanderers pada 1981, ada ratusan suporter yang mencoba merangsek masuk ke stadion, yang mengakibatkan 38 orang mengalami luka-luka, termasuk patah tangan, kaki dan tulang rusuk.

Tragedi semacam ini juga terus terjadi, di antaranya pada 1987 antara Sheffield dan Coventry City, juga saat duel antara Coventry City dan Leeds United di Hillborough.

Bahkan sebelum tragedi Hillsborough, sempat ada surat penolakan dari fans mengenai laga yang dilangsungkan di stadion milik Sheffield tersebut.
"Keseluruhan area begitu padat, yang membuat penonton kesulitan untuk bergerak, yang membuat saya dan orang lainnya mulai khawatir dengan keselamatan kami sendiri." 

Tapi penyelenggara tetap keukeuh menggelar laga di Hillsborough, yang belakangan diketahui pada saat itu stadion ini tak memenuhi standar keamanan.

Dan tiba pada hari pertandingan. Seperti biasanya, suporter dari masing-masing tim diposisikan terpisah. Fans Nottingham Forest ditempatkan di sisi utara dan timur dengan kapasitas 29.800, atau yang biasa dikenal dengan Spion Kop, sementara pendukung Liverpool ditempatkan di tribun Selatan dan Barat, Leppings Lane, dengan kapasitas 24,256 fans.

Di sini sudah telihat kejanggalan di mana Liverpool yang memiliki jumlah pendukung terbanyak mendapat jatah tempat duduk yang lebih sedikit dibanding pendukung Nottingham Forest. Pihak penyelenggara berdalih akan ada ruang khusus di Spion Kop yang dikosongkan untuk menjaga jarak dengan fans Liverpool.

Fakta di lapangan, menurut laporan media Inggris, pendukung Liverpool banyak yang ingin menyaksikan langsung laga tersebut. Alhasil, ada konsentrasi masa yang sangat besar di luar stadion. Kabarnya, setelah stadion terisi penuh, masih ada sekitar 5,000 fans yang memaksa masuk ke stadion.

Situasi ini membuat pihak kepolisian bertindak untuk mengendalikan situasi. Dua gerbang pintu keluar yang biasanya ditutup, akhirnya dibuka untuk fans bisa masuk ke stadion. Keputusan itulah yang diduga menjadi penyebab utama terjadinya tragedi Hillsborough, di mana ribuan fans menyerbu masuk ke stadion, yang memaksa mereka yang sudah terlebih dahulu masuk berada di tribun harus tertekan ke depan hingga akhirnya menjebol pagar pembatas dengan lapangan.

Selain itu, pihak kepolisian juga dinilai bertanggung jawab karena tidak memecah konsentrasi massa pendukung yang berada di luar stadion, sehingga mereka bisa leluasa merangsek masuk.

Alhasil, di tribun terdepan, para pendukung Liverpool tergencet, terinjak, tertindih oleh pendukung lainnya. Pihak kepolisian pada saat itu juga tidak melakukan aksi yang banyak membantu, dan malah melarang fans masuk ke lapangan, meski situasi di tribun sudah sangat mengkhawatirkan. Dan akhirnya, karena tingginya intensitas suporter di tribun membuat pagar pembatas tak bisa menahan dorongan dari belakang dan tumbang. Fans akhirnya meluber hingga ke pinggir lapangan, dengan beberapa di antaranya dalam posisi yang mengenaskan dan terluka.

Pihak kepolisian juga lebih cenderung untuk mengamankan lapangan dan berusaha menjauhkan fans Liverpool dari pendukung Nottingham Forest. Padahal dalam insiden itu, banyak fans yang lebih membutuhkan pertolongan karena mengalami cedera dan luka-luka sebab dorongan dari belakang.

Pihak kepolisian juga tak banyak membantu dengan membatasi jumlah ambulans yang masuk untuk memberikan pertolongan. Setidaknya sudah ada 44 ambulans siap masuk untuk membawa mereka yang mengalami luka-luka dan cedera ke rumah sakit, tapi pihak kepolisian hanya membolehkan satu ambulans saja yang masuk ke stadion. Dan tercatat hanya 14 orang dari 96 korban meninggal yang bisa sampai ke rumah sakit.



Total, ada 94 orang, berusia antara sepuluh dan 67 tahun, meninggal di stadion, di ambulans atau sesaat setelah tiba di rumah sakit. Juga ada 766 orang mengalami luka-luka, di mana 300 di antaranya sempat dilarikan ke rumah sakit. Pada 19 April, jumlah korban meninggal dunia bertambah menjadi 95 setelah Lee Nicol, remaja berusia 14 tahun, yang hidupnya dibantu oleh sejumlah alat-alat penunjang kehidupan, gagal bertahan hidup. Jumlah tersebut bertambah pada 1993 setelah Tony Bland, pemuda berusia 22 tahun yang selama empat tahun terakhir koma, juga meninggal dunia.

Dari mereka yang meninggal, 79 di antaranya berusia 30 tahun atau lebih muda lagi. Dua saudara perempuan, tiga pasang saudara kandung dan ayah dan anak juga menjadi korban dalam insiden itu. Saudara sepupu dari Steven gerrard, Jon-Paul Gilhooley, juga menjadi korban di tragedi tersebut dan menjadi korban termuda. Karena tragedi tersebut, Gerrard sempat mengatakan insiden itu menginspirasinya untuk memimpin Liverpool dan menjadi pesepakbola top profesional.

Reaksi dari insiden tersebut juga sangat luar biasa. Ucapan duka cita disampaikan para pemimpin dunia, seperti dari Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher, Paus John Paul II, presiden Amerika Serikat George HW Bush dan banyak lagi yang lainnya.

Di katedral Liverpool, massa berjumlah lebih dari 3,000 orang ikut mengikuti kebaktian terakhir untuk menghormati mereka yang menjadi korban. Kiper Bruce Grobbelar memberikan pernyataan pertama di misa tersebut.

Di ajang final Piala FA 1989, yang dilangsungkan lima minggu setelah tragedi tersebut, pemain dari dua finalis yang bertanding mengenakan pita warna hitam untuk menunjukkan rasa hormat kepada korban. Aksi mengheningkan cipta selama satu menit juga dilangsungkan sebelum laga.


Dari insiden ini pula juga tercipta sejumlah rekomendasi mengenai aspek keamanan di stadion.

Adalah Lord Justice Taylor yang membuatnya. Dibutuhkan waktu 31 hari untuk bisa membuat laporan mengenai tragedi tersebut dan dipublikasikan dalam dua laporan, yaitu laporan interim yang menggambarkan apa yang terjadi pada hari itu dan laporan akhir yang mempublikasikan rekomendasi umum mengenai standar keamanan stadion. Laporan ini kemudian dikenal dengan nama Laporan Taylor.

Dalam laporannya, Lord Justice Taylor menyimpulkan bahwa polisi tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

Meski ada faktor penyebab lainnya, tapi alasan utama dari kejadian ini adalah kegagalan polisi mengendalikan keadaan
Salah satu laporan Taylor

"Ada tahapan yang harus dipertimbangkan dalam sejumlah aspek mengenai bencana ini, khususnya perhatian difokuskan pada membuka gerbang kedua. Selain itu, kick-off harusnya ditunda, seperti halnya pertandingan di tempat lain."

Alasan bahwa sejumlah fans kehilangan kesadaran karena alkohol juga dinilai Taylor bukan sebagai alasan utama terjadinya tragedi tersebut. Polisi, yang dalam hal ini memegang kendali keamanan, memiliki tanggung jawab penuh untuk hal ini.

Pengaruh dari Laporan Taylor tersebut, terutama terkait rekomendasi mengenai standar keamanan di stadion, akhirnya digunakan sebagai patokan dan dasar utama untuk mendirikan stadion.

Dalam laporannya, Lord Taylor membuat 76 rekomendasi, di antaranya tidak menyediakan tribun berdiri dan hanya menyediakan tribun dengan tempat duduk.


Meski tragedi tersebut sudah terjadi pada akhir 80-an, namun penyelidikan masih terus berlangsung hingga saat ini. Pemerintah Inggris bahwa membentuk sebuah lembaga untuk melakukan penyelidikan secara khusus tragedi tersebut.

Lembaga tersebut kemudian dinamai Panel Independen Hillsborough. Lembaga ini merupakan turunan dari Grup Pendukung Keluarga Hillsborough yang diketuai Trevor Hicks. Misi utama dari mereka adalah menekan pemerintah mempublikasikan hasil penyelidikan mereka yang sampai saat ini masih ditutup-tutupi.

Setelah peringatan tahun ke-20 tragedi tersebut pada Aprl 2009, didukung Sekretaris Budaya Andy Burnham dan Menteri Negara untuk Keadilan Maria Eagle, pemerintah meminta Departemen Budaya, Media dan Olahraga untuk mencari cara terbaik agar informasi tersebut bisa dipublikasikan.

Pada Desember 2009, Sekretaris Negara Alan Johnson mengumumkan formasi untuk Panel Independent Hillsborough bahwa mereka mendapatkan izin untuk melihat langsung informasi lokal dan pemerintahan terkait tragedi tersebut dengan batasan tertentu sesuai dengan protokol yang ada.

Ada pun panel tersebut kini dikepalai oleh James Jones, Uskup Liverpool, dan anggotanya antara lain pengacara HAM Raju Bhatt, ahli dalam akses informasi Christine Gifford, jurnalis investigasi Katy Jones, rekanan dari Departemen Kesehatan UK Dr Bill Kirkup, mantan wakil kapal dari Kepolisian Irlandia Utara Paul Leighton, kriminolog Peter Sissons dan Sarah Tyacke, yang merupakan mantan Chief Executive dari Sejarah Nasional.

Hasilnya, pada 12 September 2012, dipublikasikan laporan secara bertahap dan berkelanjutan yang berisi 450,000 halaman material yang digabungkan dari 80 organisasi selama dua tahun.

Dari semua itu bisa disimpulkan yaitu penyebab dari tragedi tersebut adalah pihak kepolisian tak bisa mengendalikan keadaan . Temuan tersebut didasarkan pada pernyataan dari 164 saksi mata dan hasil tes post mortem pada korban.

Karena temuan itu, Perdana Menteri David Cameron menyampaikan permohonan maafnya atas nama pemerintah Inggris karena kejadian tersebut. Ed Miliband juga menyampaikan permohonan maaf atas nama Sheffield Wednesday.

Tragedi ini begitu membekas di benak fans Liverpool dan keluarga besar sepakbola dunia. Alhasil, tak sedikit yang membuat prasasti tersendiri untuk memberikan penghormatan khusus kepada 96 korban meninggal.

Ada lambang 'api' yang ditambahkan di logo klub Liverpool FC, untuk mengenang 96 korban meninggal dunia di tragedi tersebut. Sebuah prasasti juga didirikan di Hillsborough Stadium, saat peringatan kesepuluh tragedi tersebut pada 15 April 1999.

Ada juga tugu peringatan di bagian utara dari katedral Anglikan Liverpool. Ada juga penanda di Middlewood Road, Leppings Lane dan Wadsley Lane, yang berdekatan dengan stadion milik Sheffield tersebut.

Sejumlah tugu, tanda dan prasasti lain juga tersebar di sejumlah lokasi di Liverpool dan Inggris, yang menunjukkan sepakbola Inggris begitu berduka atas tragedi tersebut.




Tragedi ini juga diwarnai sejumlah kontroversi. Yang paling fenomenal adalah laporan dari Kelvin MacKenzie, editor dari surat kabar The Sun.

Empat hari setelah kejadian, MacKenzie mempublikasi artikel dengan judul 'The Truth' di halaman utama mereka, disusul tiga sub-headline "Sejumlah fans mencuri barang-barang korban", "Sejumlah fans mengencingi polisi pemberani" dan Sejumlah fans memukuli polisi yang sudah membantu".

MacKenzie menulis laporan tersebut dengan didasarkan pada kesaksikan seorang polisi yang menolak menyebutkan namanya, dan pernyataan dari Perdana Menteri dari partai Konservatif Inggris untuk Sheffield Hallam Irvine Patnick.

Artikel ini dinilai telah mendiskreditkan fans Liverpool, yang di media lainnya telah dilaporkan menjadi pihak pertama yang memberikan pertolongan terhadap korban ketimbang pihak kepolisian.

Karena tulisan MacKenzie tersebut, harian The Sun menjadi media yang tak laku di Liverpool. Banyak juga agen surat kabar di kota Liverpool yang memboikot.



The Sun akhirnya meminta maaf dalam sebuah artikel opini pada 7 Juli 2004, bahwa mereka telah membuat kesalahan terbesar dalam sejarah dengan mempublikasikan artikel tersebut. MacKenzie sendiri, yang menjadi editor The Sun kala itu, juga meminta maaf, namun baru dilakukannya pada 12 September 2012.

"Dibutuhkan lebih dari dua dekade, 400,000 dokument dan dua tahun penyelidikan untuk mengetahui kesalahan saya bahwa saya sebenarnya bisa lebih akurat saat dengan seharusnya saya menulis headline The Lies ketimbang The Truth. Saya mempublikasikannya dengan niatan yang baik dan saya meminta maaf karena saya salah," tulisnya.

Edward Pearce, dalam tulisannya di Sunday Times pada 23 April 1989, juga menuai kritik dan memancing kontroversi. Ia menyebut fans Liverpool adalah yang patut disalahkan atas tragedi itu sendiri karena sudah bertindak layaknya binatang. Pearce tak pernah dimaafkan oleh fans Liverpool atas artikelnya itu.

Pada November 2002, majalah pria dewasa FHM terpaksa menarik semua majalah mereka karena sudah membuat lelucon mengenai tragedi Hillsborough. Kiper Liverpool Charles Itandje juga menjadi pihak yang tidak dimaafkan karena saat peringatan terhadap korban Hillsborough pada 2009, ia tertangkap kamera bercanda dan tersenyum dengan rekan satu timnya Damien Plessis. Sejak saat itu, ia tak pernah lagi dimainkan.

Kelompok fans Manchester United dan Millwall juga sempat membuat kontroversi dengan nyanyian mereka. Sir Alex Ferguson sampai harus menegur keras fans Manchester United karena ulah mereka itu.