Monday, March 31, 2014

Fans layar kaca~

Bagaimana memahami para fans jingkrak-jingkrak membawa bendera merah putih ketika Arsenal mencetak gol ketujuh ke gawang Indonesia? Agak sukar memahaminya. Tapi mungkin ada beberapa alternatif untuk memahami hal itu.
Kemungkinan pertama, mungkin para fans itu memang tahu diri untuk tidak terlalu tegang menyaksikan pertandingan. Untuk apa bertegang-tegang ria di sebuah pertandingan hiburan, bukan? Atau, jika ingin menyesuaikan dengan suasana Ramadan, bisalah laga-laga seperti ini disebut sebagai upaya klub-klub itu menjalin “tali silaturahmi” dengan para fans yang sudah dengan ikhlas dan tawadhu ikut membesarkan atau bahkan membiayai klub kecintaannya.
Ya, itu memang pertandingan hiburan, laga silaturahmi. Juga laga Indonesia XYZWRXXX (entahlah apa lagi namanya) vs Liverpool atau Chelsea beberapa waktu yang akan datang. Bahkan disebut “laga persahabatan” (friendly match) pun rasanya memang kurang begitu pas.
Indonesia vs Belanda beberapa waktu lalu mungkin lebih pantas disebut sebagai “laga persahabatan”. Selain itu memang laga yang mempertemukan tim dari kategori yang sama (sama-sama timnas), laga itu juga berakhir dengan skor yang “bersahabat”: hanya 3-0. Masih bersahabat lah itu angkanya.
Memangnya kenapa kalau 7-0? Ya, memang apa enaknya kalah 0-7?
Jacksen F. Tiago, pelatih timnas sekarang yang menukangi tim yang dihadapi Arsenal, juga sudah mewanti-wanti risikonya. Jacksen sejak awal memang tidak mau kalah terlalu banyak (memangnya siapa yang mau?) karena kalah telak bisa mengganggu psikologi para pemain timnas yang sedang dipersiapkan untuk menghadapi lanjutan kualifikasi Piala Asia.
Kemungkinan kedua, kali ini agak sedikit rada serius argumentasinya, para fans itu mungkin memang sudah tak lagi terpengaruhi “wabah” nasionalisme. Mereka adalah wakil generasi baru orang Indonesia yang tak mau lagi dibekap slogan-slogan usang kebanggaan dan fanatisme terhadap apa yang disebut tanah air, bangsa dan negara.
Untuk yang seperti ini, apa pun jika dirasa baik dan berguna kenapa harus ditampik? Tak penting lagi dari mana asalnya, kalau dirasa cocok, suka, nyaman dan menyenangkan, ya ayo dinikmati saja.
Apa untungnya coba berdarah-darah mendukung tim nasional Indonesia yang –dengan memplesetkan kalimat termasyhur Pramoedya– “sudah kacrut sejak dari passing“? Tidak ada gunanya, dan buang-buang waktu serta tenaga, untuk peduli dengan sepakbola Indonesia. Untuk apa peduli dengan sepakbola Indonesia jika para pengampu urusan bal-balan Indonesia-nya sendiri malah sibuk mikirin Pemilu 2014?
Emosi? Lho, banyak dari mereka bisa sangat emosional, histeris dan menjerit-jerit melihat pemain-pemain bule pujaannya lewat di depan mereka. Mereka hanya perlu diberi satu atau dua smoke bombatau red flare untuk bisa sekeren ultras di Italia atau barra bravas di Argentina.
Bahwa sisi emosional dan histeria itu kadang agak sedikit rada sukar dibedakan dengan histeria para fans Super Junior atau Cherrybelle, ya itu sih bukan perkara yang terlalu penting untuk dipersoalkan. Toh, memang tak ada yang berhak menghakimi kalau para fans Arsenal, Chelsea, atau Liverpool yang histeris melihat pemain idolanya (tiga tim yang bulan ini pentas di Jakarta) lebih keren dari para fans Super Junior atau Cherrybelle.
Kemungkinan ketiga, ini lebih serius lagi argumennya, mungkin para fans itu hanya sedang menikmati sesuatu secara lebih proporsional saja. Karena jarang menonton langsung klub-klub Eropa itu bermain, tidak ada salahnya untuk bersorak-sorai, bernyanyi, atau bahkan menyalakan flare untuk semua aksi-aksi menarik yang tersaji di atas lapangan. Di lain kesempatan, saat tim nasional Indonesia bertanding, banyak dari mereka yang juga dengan sangat khidmatnya menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum kick-off.
Bukankah orang bisa mencintai dua hal berbeda pada waktu yang sama? Perselingkuhan? Sama sekali bukan.
Ini seperti orang yang menyukai gado-gado (baca: sepakbola/tim nasional) sekaligus menggemari karedok leunca (baca: sepakbola/klub Eropa). Kalau yang tersedia gado-gado, ya akan disantap dengan sepenuh hati. Kalau yang tersaji adalah karedok leunca, juga akan disikat dengan sepenuh liur.
Bagaimana kalau dua jenis makanan yang disukai itu terhidangkan di meja dalam waktu yang sama? Ya pilih saja salah satu yang paling jarang dimakan atau sudah lama tidak dicicipi. Bisa memilih gado-gado, boleh juga memilih karedok leunca. Keduanya bisa sama-sama sehat. Apalagi jika dimakan tanpa vetsin.
Dan jika seseorang sudah mencintai sesuatu, apa yang lebih membahagiakan selain berjumpa dengan objek yang dicintainya? Begitu pula para fans yang sudah terlalu lama mencintai klub Eropa kesayangannya dari kejauhan. Kalau mencintai klub Eropa adalah kesalahan, mereka akan dengan senang hati memilih untuk terus jadi salah. Tak ada keraguan untuk soal yang satu ini.
Kawan, selamat menikmati karedok leunca, eh… pentas sepakbola!

bagi saya mencintai tim eropa tapi tidak mencintai tim lokal sama halnya,mencintai isti tapi tidak mencintai ibu, durhaka men!

Suporter latah atau panggilan jiwa?

Supporter Latah Atau Panggilan Jiwa?

Ultras, Ya sepertinya fenomena ini belakangan mulai dekat dengan telinga supporter sepakbola Indonesia. Kehadiran Ultras didalam stadion selalu mendapat perhatian yang lebih dari musuh ataupun dunia luar. Atraksi koreo, chants, bendera-bendera besar dan flare selalu mempercantik tribun mereka dan juga sebagai cara guna mengintimidasi pemain lawan.

Di Indonesia sudah ada beberapa kelompok supporter juga mulai yang menamakan diri mereka ultras, Mereka memakai seluruh atribut hitam, Berdiri 90 menit dan Mengintimidasi tim tamu dengan cara mereka sendiri. Salut buat kelompok supporter yang memang sudah menjadi Ultras sejati ini.

Tapi juga tidak sedikit yang menggunakan nama Ultras hanya guna mengikuti trend yang ada saat ini. Mereka menamakan Ultras hanya ingin dilihat lebih “keren, gaul, hebat dan ikut trend” bukan lagi murni Panggilan Jiwa yang 90 menit seluruh tenaga hanya untuk para pahlawan yang berjuang dilapangan.
Mereka menggunakan nama Ultras hanya karena ingin diliput televisi atau ada pula yang menamakan ultras hanya karena memanfaatkan momentum untuk menjual merchandise, mendapat uang dan keuntungan dengan mengecilkan kontribusi untuk tim yang mereka dukung.

Ultras sejati tidak perduli dengan popularitas, mereka malah tidak ingin dikenal secara individu per individu, bahkan mereka memakai penutup muka ketika beraksi mendukung tim yang mereka dukung. Beda dengan ultras di Indonesia yang rela memakai kaos ultras foto-foto di tribun dan fotonya disebar ke jejaring sosial. Kebanggaan individu per individu inilah yang terkadang mengalahkan kebanggaan mereka terhadap tim yang mereka dukung.

Ultras yang sebenarnya selalu mengedepankan totalitas, loyalitas dan persahabatan didalam kelompok mereka. Tidak perduli apapun resiko yang dihadapi jeruji besi ataupun rumah sakit tidak akan pernah menghalangi mereka, ketika tim kalah ataupun menang mereka tetap akan berdiri dan bernyanyi 90 menit, mereka tidak menyerang apabila tidak diserang dan bagi mereka sepak bola bukanlah hanya sekedar olahraga, Bagi mereka sepakbola dalah sebuah kebanggaan yang tidak dapat ditukar dengan apapun, Itulah mental seorang Ultras sejati.

So, Sudah siapkah kita menjadi Ultras? Atau hanya ikut latah dengan trend ini?

FUCK YOUR BIG MOUTH, THIS IS MY TEAM

Dahulu kita pernah susah.. Kita pernah kalah, kita pernah jatuh , kita pernah degradasi ke titik terendah persepakbolaan Indonesia tapi kita bisa bangkit berdiri lagi di puncak tertinggi walau saat ini dengan langkah yg terseok seok!!

Apakah hari ini "kita semua" akan meninggalkan tim ini di saat terluka? Disaat mereka lemah?? Di saat mereka butuh tenaga tambahan??
Saya tidak akan meninggalkan mereka!!!

Apakah kita rela di sebut sebagai penonton yg hanya bersorak disaat menang dan menghina disaat kalah??

11 orang itu sudah berlari dan bermain selama +90 menit dilapangan. Mereka berjuang maksimal ... Trus Kita mengatakan management salah, pelit dll... Apakah kita menghitung puluhan milyar yg mereka carikan dan keluarkan untuk memberi kita tontonan dan kebanggaan ?? Apakah karena kita membeli tiket 100-300rb membuat kita pantas menghujat?? Apalagi yg cuma nonton di televisi gratis!!

Sahabat Barito mari rapatkan barisan, beri mereka kepercayaan dan keyakinan bahwa kita tidak akan meninggalkan tim ini.

Cara merawat adidas kesayangan lo!

kali ini gue memberikan sedikit info tentang menghilangkan bau tidak sedap yg ada di sepatu lo. Sebagai Suporter sepatu bukan lah hal yang asing, tetapi hal yang sangat wajib dipakai ke stadion. Oleh karena itu gw akan memberi sedikit info tentang itu!
Untuk menghilangkan bau sepatu tidak sedap sebenarnya sangat mudah sekali. Hanya saja selama ini kita tidak mengetahui informasinya tau juga cara yang kita terapkan kurang tepat sehingga bau tidak sedap pada sepatu kita tetap bertahan dan tidak mau hilang. Untuk menghilangkan bau sepatu tidak sedap, loe bisa menggunakan cara menghilangkan bau sepatu tidak sedap berikut ini.
1. Untuk menghilangkan bau sepatu tidak sedap bisa loe lakukan dengan menggunakan kopi yang dibungkus dengan tisu. Caranya cukup mudah yaitu dengan memasukkan kopi yang telah dibungkus tadi ke dalam sepatu loe.
2. Menghilangkan bau sepatu tidak sedap bisa juga loe lakukan dengan menyimpan sepatu pada tempat yang dingin selama semalaman. Selama penyimpanan, bungkuslah sepatu dengan koran serapat mungkin. Hal ini bertujuan untuk menyerap bau yang ada pada sepatu loe.
3. Agar sepatu yang loe miliki tidak berbau, sebaiknya anda jangan memakai sepatu anda saat kondisi kaki loe sedang basah atau lembap. Kondisi kaki yang basah atau lembab akan menyebabkan bakteri pada sepatu loe dapat berkembang biak dengan cepat dan nantinya akan menyebabkan bau tidak sedap pada sepatu loe.
4. loe juga bisa menggunakan obat khusus berupa semprotan pewangi atau foot spray pada bagian dalam sepatuloe untuk mencegah bau tidak sedap. Setelah disemprot jangan langsung digunakan, loe harus mengangin-anginkan sepatu loe agar cepat kering.
5. Jika sepatu loe basah terkena air hujan, segera keringkan sepatu loe dan masukkan beberapa lembar tisu atau koran ke bagian dalam sepatu loe agar memudahkan penyerapan sehingga sepatu loe cepat kering.
6. Setelah sepatu dibersihkan jangan lupa untuk diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum dimpan di dalam kotak. PERINGATAN!!! Jangan menjemur sepatu di bawah sinar matahari langsung karena dapat membuat warna sepatu pudar dan sepatu cepat rusak.
7. Untuk menghilangkan bau sepatu tidak sedap bisa anda lakukan menggunakan soda kue. Caranya cukup keringkan sepatu loe kemudian taburkan 1 sendok makan soda kue ke bagian dalam sepatu dan biarkan selama semalaman. Selanjutnya bersihkan soda ke dari bagian dalam sepatu.
8. Untuk menghilangkan bau sepatu tidak sedap bisa juga anda lakukan menggunakan silica gel. Silica gel berfungsi untuk menyerap uap air pada udara sehingga kondisi lingkungan tetap kering. Silica gel dikemas dalam bentuk sachet yang biasanya terdapat dalam kotak sepatu saat kita membeli sepatu. Cukup masukkan silica gel ini kebagian dalam sepatu loe saat disimpan maka sepatu loe akan terbebas dari bau tidak sedap.
9. rutin mencuci sepatu anda minimal 2 minggu sekali atau max sebulan sekali
kurang lebih itu yg gw tau, yg mau nambahin silahkan di bawah gw yess, di rangkum dari berbagai sumber dan pengetahuan sendiri

Asal muasal Kata ULTRAS


Ultras Tito Cucchiaroni, ultras pertama di dunia yang berasal dari kota Genoa Italia.
Ernesto Cucchiaroni, pemain Sampdoria kelahiran 16 November 1927 yang turut diabadikan namanya dalam nama Ultras Sampdoria.
Baik di Amerika maupun Eropa, istilah ultra atau ultras erat kaitannya dengan dunia politik. Kelompok garis keras, itulah kira-kira makna ultras dalam ranah politik. Pertentangan ideologi tersebut merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk ke cabang olah raga terpopuler sejagat, sepak bola.
Ultras dalam konteks sepak bola dimaknai sebagai kelompok suporter garis keras yang sangat fanatik membela timnya. Ultras terdengar ‘nyaring’ pengaruhnya di Italia. Di Negeri Piza tersebut banyak bermunculan sejumlah kelompok suporter fanatik. Kehadirannya dapat dilihat secara kasat mata melalui pakaian dan pernak-pernik yang dikenakan, yang semua berciri khas klub yang dibela.
Di stadion, ultras biasanya menguasai tribun tertentu, meneriakkan yel-yel tanpa henti sepanjang pertandingan, menabuh drum, menyalakan kembang api, dan sebagainya. Sebut saja Fossa de Leoni (suporter garis keras AC Milan), The Boys (Internazionale), Viola Club Viesseux Fiorentina (AC Fiorentina), Granata Ultras Torino (Torino), atau Commando Ultras Curva Sud (AS Roma).
Terjadi saling klaim di antara kelompok-kelompok tersebut soal siapa yang lebih dulu lahir. Namun, satu hal yang patut diperhatikan, istilah ultras itu sendiri menurut berbagai sumber berawal dari kota Genova (Genoa). Adalah kelompok pendukung klub Sampdoria yang pertama kali menggunakan kata ultras sebagai nama diri, yakni Ultras Tito Cucchiaroni.
Kelompok ini lahir pada tahun 1968. Tito Cucchiaroni adalah pemain pilar Sampdoria asal Argentina pada masa itu. Kelompok ini mengambil nama ultras dari bahasa pergaulan anak-anak muda setempat. Di mana pun, lazimnya anak muda, para ABG, memiliki bahasa mereka sendiri. Secara kreatif anak-anak muda itu menciptakan istilah-istilah tertentu yang kadang hanya dapat dipahami oleh kelompok mereka sendiri.
Istilah ultras yang bagi kebanyakan orang diasosiasikan sebagai aliran politik, oleh sekelompok anak muda di kota Genova dijadikan akronim dari Uniti Legneremo Tutti i Rossoblu A Sangue. Kalimat ini tersebar di sejumlah tembok di setiap sudut kota Genova. Arti harfiahnya kira-kira ‘Satuan Pemukul Biru Merah Darah’.
Biru merah darah (sangue rossoblu) adalah warna kostum Genoa, klub sekota Sampdoria. Sebagai mana biasanya dua tim dalam satu kota, Sampdoria dan Genoa mengusung rivalitas ekstrem. Sejak saat itulah istilah ultras merambah dalam dunia sepak bola.

Friday, March 21, 2014

Kisah Nyata dari Banjarmasin

Will dari Banjarmasin
                
      Sabtu 15 Maret, saat Barito Putera menjamu Pelita Bandung Raya dalam lanjutan Indonesia Super League 2013-2014, antusias warga Banjarmasin dan sekitarnya untuk mendukung tim kebnggaan nya sangat tinggi. Tak terkecuali si Will iya Will anggap aja namanya si Will. Kami ber4 menyebutnya Will dari Banjarmasin, kenapa demikian? 
         Waktu sudah menunjukan pukul 2 kami ber4 bergegas menuju stadion yang jaraknya kurang lebih 40KM. Cuaca mulai mendung, tak seberapa hujan lebat mengguyur kota tercinta. Kami sedikit cemas karena kami sudah menunggu sampai 1 jam untuk menunggu hujan teduh. Setelah 1 jam hujan tak kunjung teduh, dan jarum jam menunjukan pukul 3 lewat 15 menit. Setelah berdiskusi kami pun melanjutkan perjalanan dalam kondisi hujan yang cukup lebat. Kami berusaha ngebut agar tidak ketinggalan pertandingan, dalam 1 jam perjalanan kami sudah memasuki Kota Banjarbaru, artinya tidak lama lagi kami akan sampai ke Stadion dengan kondisi cukup basah. Saat memasuki Banjarbaru kami mulai menurunkan laju kendaraan kami. Saat kami mulai santai, ada seorang anak kecil lengkap dengan atribut dan sepatunya, ya sekitar umur 10tahunan, berteriak memanggil salah 1 diantara kami, ' Ka! ikut ke Stadion!! ujarnya dengan lantang. Teman saya ya inisial MA langsung menghentikan motor dan menjawab pertanyaan si Will tsb 'Ok dek, langsung naik aja' jawab si MA. si Will pun naik ke motor MA. 
           Saya penasaran darimana si will tadi berasal dan saya pun yang membonceng si Will. dalam perjalanan menuju std kurang lebih 10 menit lagi, kami bercakap-cakap.
Saya : Darimana dek?
Will  : Dari Banjarmasin juga kak
Saya : Naik apa kesini? massa aku liat tadi kamu di jalanan sendiri
Will  : Aku kesini naik Taksi, dari Terminal KM.6 stop di depan Bandara dan naik lagi dari Bandara ke Martapura ya stop nya disini kak.
Saya : Berani sekali kmu dek (dalam hati saya teringat film Will)
Will : Demi Barito apapun kulakukan (sambil ngeChants)

Tak terasa kami pun sudah sampai ke Stadion dan si Will tadi langsung bergegas ke Stadion meninggalkan kami. Kejadian ini mengingatkan saya pada film Will, Seorang fans Liverpool dari Inggris yang memberanikan diri ke Istanbul,Turkey dengan seorang diri. 



#StandYourGround