Tuesday, February 18, 2014

2X45


Saat kita bernyanyi di atas tribun, saat kita berjingkrak pula, sebenarnya kita tau bahwa kita berhadapan dengan kelelahan. Tapi itulah cara kita menjawab kenikmatan dalam kesetiaan.

Sudah sering saya singgung sebelumnya, menjadi supporter yang utama bagi saya adalah perkara tidak berhenti bernyanyi. Bernyanyi 2 x 45 menit saja bagi saya sendiri sudah sangat menyita tenaga. Belum lagi ditambah ekspresi berjingkrak di atas tribun seperti kesetanan, tentu saja tenaga sungguh tersedot dan membuat kaki ini serasa mau copot. Kelelahan ini belum lagi ditambah dengan sesaknya nafas ketika mulai dinyalakannya flaredan bom asap sebagai bentuk perayaan betapa sakralnya pertandingan tim yang kita cintai. Ada perasaan ingin duduk dan menikmati pertandingan, namun perasaan itu selalu terbunuh begitu saja.

Nyanyian-nyanyian, gerakan tak berpola dan seenaknya, aksi bakar-bakaran ini selalu menimbulkan pertanyaan bagi orang di luar dunia supporter. Seringkali muncul kalimat, "Kenapa sih kalian gila gitu?" atau "Ga bisa ya biasa aja nonton bola?" atau lagi "Udah wajar kok, supporter kan emang norak, kampungan." Pertanyaan-pertanyaan seputar ketidaktauan itu tentu saja selalu ditanggapi dingin oleh supporter. Bagi yang hanya melihat, pasti tidak bisa tau dan tidak bisa merasakan bagaimana supporter itu berperilaku. Saya sendiri sebagai supporter kadang sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Bagi saya, saya tidak begitu peduli dengan omongan apapun tentang supporter, ya beginilah kami. Kami adalah bagian dari subkultur, yang memang keluar dari pakem-pakem sosial. Semua yang kami lakukan ini adalah jawaban kami atas kenikmatan kami mendukung tim, atas kesetiaan kami dalam mengawal tim kami bertanding.

not movie stars


We're not a Movie Stars (PGWear, clothing company internasional bagi suporter)

Sepakbola sedang menjadi sorotan di Indonesia. AFF lah penyebabnya. Penuh gebrakan dalam kompetisi Asia Tenggara kali ini. Pertama, Indonesia menjadi tuan rumahnya, otomatis sekali akan dekat bagi rakyat Indonesia untuk menonton pertandingan sepakbola. Kedua, pertandingan pertama bagi Indonesia adalah melawan Malaysia. Berhenti dulu sampai sini. Partai pertama yang sangat ditunggu-tunggu ditambah dengan pertandingan yang digelar di kandang sendiri. Tak heran animo masyarakat meledak-ledak. Apalagi ditambah dengan kemenangan besar di babak awal.

Berita demi berita tentang kemenangan timnas Indonesia terus saja diputar di segala media. Akibatnya, banyak masyarakat yang semula apatis dengan sepakbola Indonesia mulai melirikkan matanya untuk menengok prestasi timnas. Alasannya bukan hanya satu, saya menyoroti dua saja. Pertama, Indonesia beserta rakyatnya sudah rindu gelar dan kemenangan, dan kemenangan besar atas Malaysia di pertandingan pertama mengangkat derajat timnas Indonesia lantaran Malaysia juga erupakan musuh politik dan budaya bagi Indonesia. Alasan kedua karena masuknya pemain baru yang handal dan tampan, mengangkat imej timnas semakin baik di mata masyarakat.

Sorotan publik banyak diarahkan pada timnas dan suporter yang datang mendukung dalam pertandingan di Gelora Bung Karno. Media seakan hanya punya satu tujuan berita kala itu. Timnas dan suporter. Hal ini ternyata tidak hanya menjadi hal hingar bingar di Indonesia, di belakangnya, pelatih timnas Alfred Riedl muring-muring. Anah asuhnya kekurangan waktu untuk latian dan istirahat akibat besarnya arahan kamera pada timnas. Belum lagi ekspektasi besar dari masyarakat agar timnas menjuarai AFF. Suporter-suporter juga ramai diwawancarai di televisi. Ramai-ramai nongol di media. Beradu eksistensi.

Ribuan masyarakat mendadak mengaku jadi suporter timnas, padahal banyak di antara mereka yang belum pernah jadi suporter di tanahnya sendiri, belum pernah mencicipi dunia suporter bagi tim lokalnya. Suporter yang tiap tahun mendukung di GBK jadi tersingkir. tersingkirkan oleh suporter dadakan yang berdandan sebelum masuk ke stadion. Suporter-suporter lama yang setia mendukung dari jaman Indonesia belum menangan jadi tersingkir. Stadion GBK penuh artis, plus penuh orang sok ngartis.

Hey, ini sepakbola. Tidak butuh orang yang mendadak mengaku peduli. Sepakbola tidak butuh media massa. Sepakbola tidak butuh kegiatan politis, sepakbola bukan tempat hang out. Kamu tampan, kamu kaya, kamu keren, tidak berlaku dalam sepakbola. Sepakbola pada dasarnya adalah pertarungan. Dan tidak perlu muncul acap kali di televisi, tidak perlu orang-orang semua tau kamu menonton di stadion. Sepakbola hanya butuh teriakan dukungan dari suporter kepada tim yang mereka banggakan.
tidak perlu tau siapa saya, siapa anda, siapa kita, siapa mereka.
suporter hanya butuh berteriak, bernyanyi bagi tim kebanggaan

H-1


Kami para suporter tidak pernah bisa melewatkan matchday. H-1 matchday selalu dipenuhi dengan jantung berdebar dan insomnia. Tidak hanya satu-dua orang, tapi sebagian besar suporter sebuah tim pasti akan kesulitan tidur menjelang matchday. Bagaimana tidak, kebanggaannya akan berlaga. Dan perasaan tidak ingin melewatkan pertandingan ini memupuk detak jantung.

Insomnia ini masih dilanjutkan dengan perasaan tidak sabar untuk datang sesegera mungkin di stadion. 3 jam sebelum pertandingan dimulai kami sudah hadir, menyiapkan banner dan bendera kami sebagai alat bantu kami mendukung tim. Lengkap dengan perkusinya. Semangat ini yang terus kami pupuk, kami tidak ingin meremehkan matchday dengan datang bermalas-malasan. Kami ingin menghargai pahlawan kami yang bertarung dengan sekuat tenaga di lapangan hijau. Kami ingin ada sebelum mereka memasuki area pertarungan, sambil memutar botol alkohol sebagai asupan energi dalam menyanyi nanti.

Kedatangan awal kami tidak hanya mempersiapkan alat-alat. Ada tujuan lain, yaitu teror terhadap tim lawan. Ada kebiasaan untuk tim lawan agar lebih dulu pemanasan di lapangan sementara tim kami masih melakukan briefing di ruang ganti. Pada waktu inilah kami melakukan ejekan-ejekan pada tim lawan. Dibilang rasis kami tidak peduli. Kami rasis pada tim yang melawan tim kami saat itu. Semua tim, tidak terkecuali. Dunia akan mengecap kami suporter yang buruk, tapi kami tidak peduli. Apapun demi kemenangan tim.

Ejekan di awal pertandingan tidak akan berlangsung lama, hanya sebelum pemain kami memasuki lapangan untuk pemanasan. Begitu pemain kami masuk, ejekan pada tim lawan langsung berubah menjadi nanyian dukungan untuk tim yang kami banggakan. Kami sudah tidak peduli sama sekali dengan lawan kami. Yang ada di pikiran kami hanyalah dukungan untuk tim dan harapan akan kemenangan.

dengan api, kita buat neraka bagi tim lawan.
dengan api, kita buat sambutan bagi tim yang kita banggakan

via http://ambisiotakkosong.blogspot.com/

A: "Jadi ikut tur ga kamu nanti malem?"
B: "Kepastiannya nanti malem ya, kalo gaji jadi turun, aku ikut berangkat."
(nukilan pesan singkat dari seorang kawan)

Hidup menjadi suporter sebenarnya adalah pekerjaan paling boros di dunia selama sejarah kesibukan manusia. Untuk mengikuti partai kandang saja, harus merogoh uang yang cukup banyak, bukan dalam skala uang jajan harian, melainkan harus menabung terlebih dahulu. Maka dari itu perlu bagi suporter untuk memiliki catatan jadwal pertandingan. Ini baru partai kandang, belum lagi partai tandang yang biayanya berlipat-lipat banyaknya ketimbang partai kandang. Sudah membayar tiket masuk pun kamu bisa-bisa tidak melihat pertandingannya karena asik menyanyi dukungan untuk tim.

Besarnya estimasi biaya (kandang maupun tandang) sebenarnya dapat memacu suporter untuk bekerja giat, ya walaupun hasil keringat akan segera habis untuk membeli tiket dan biaya perjalanan. Menjadi suporter adalah pilihan yang salah bagi mereka yang ingin kaya. Dalam opini saya, sepakbola dan tim adalah kebanggaan yang tak terbayarkan berapapun nilainya. Maka tidak heran jika suporter banyak berasal dari kalangan kelas pekerja. Bukan pekerja yang merangkap menjadi suporter, tapi suporter yang terpaksa merangkap menjadi pekerja.

Pernah muncul pertanyaan, "oh ternyata kamu kerja juga toh? saya kira kerjaannya cuma nonton bola." WTF! Pertama, saya tidak nonton bola, saya datang mendukung tim saya. Kedua, kamu kira saya dibayar untuk datang ke stadion, atau masuk stadion adalah gratis, atau kamu kira kebanggaan adalah lahan mencari uang? Ya, sepakbola dan tim yang kamu banggakan tidak untuk mengais uang, memutuskan hidup untuk menjadi suporter sama dengan memutuskan untuk hidup merugi. Jadi adalah haram untuk mencari uang lewat tim yang kamu bela. Kecuali kamu adalah pemain, maka kami akan rela membayar demi menyanyikan lagu-lagu dukungan padamu di stadion.

Menjadi suporter adalah perkara rela dan dengan ikhlas membuang uangmu, demi tim, demi tiket, demi kebanggaan yang kamu dengungkan tiap waktu. Bukan untuk mencemplungkan diri ke dalam lahan basah yang bisa kamu keruk uangnya. Dan kalau kamu melakukan itu dan aku tau, kamu kuharamkan! :D

(sedikit random setelah lama tidak posting :D) via http://ambisiotakkosong.blogspot.com/

amf


"Memang aneh sepakbola Indonesia, banyak orang-orang bilang ga ada uang ga menang"
 (lagu suporter di Indonesia)
Kental! Sepakbola di Indonesia kental sekali dengan bau uang. Apa-apa dinilai uang. Bukan tentang industrialisasi liga dan badan sepakbola lho. Saya bicara uang di sepakbola Indonesia ini kaitannya dengan kemenangan. Sudah tidak rahasia lagi, kemenangan partai kandang selalu jadi incaran wasit-wasit kotor dengan embel-embel diberi "uang saku" oleh tim tuan rumah jika memberikan gol yang berbau offside dan pinalti. Tidak sesederhana itu, masih ada lagi bau uang ketika tim tuan rumah memesan kartu baik kuning maupun merah di pertandingan lain -yang tentunya akan jadi musuhnya di paartai berikutnya-, atau pemesanan selisih gol -tim kami boleh kalah, tapi jangan biarkan kalah terlalu besar demi selisih gol-, atau lagi yang lebih parah memesan tempat di 8 besar. GILA!

Lalu kami suporter bisa apa? Demo sudah diturunkan di jalan-jalan dalam skala besar maupun kecil, pemerintah sudah turun tangan mencampuri federasi, bahkan badan tertinggi sepakbola dunia sudah mengintervensi. Tapi apa, prakteknya masih berjalan. Suporter sudah hilang akal, yang ada tinggal umpatan dan protes. Di lapangan kami hanya bisa mendukung tim sambil mengumpat pada tim lawan dan memprotes keputusan wasit lewat nyanyian kami di tribun. Suporter sudah lelah, tapi tidak berhenti.